Rabu, 09 Januari 2013

Beberapa Aliran Filsafat dalam Pendidikan



Beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme. Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran ini membentuk karakter manusia. Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Pragmatisme merupakan kreasi filsafat dari Amerika, dipengaruhi oleh empirisme, utilitarianisme, dan positivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan.

Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan priabdi dan masyarakat. Humanisme berpandangan bahwa pendidikan harus ditekankan pada kebutuhan anak (child centered). Tujuannya untuk aktualisasi diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral. Paham behaviorisme memandang perubahan perilaku setelah seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan pada proses mengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang sesuai dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.

Filsafat Pendidikan

Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat.Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu: Filsafat pendidikan “progresif”Didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau Filsafat pendidikan “ Konservatif”.Didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya.Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:

Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach
Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.
Fenomena ”Hidup Lebih Maju”Setiap orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme(kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi.

Tanpa Filsafat, Pendidikan Matematika Menjadi Lemah.

Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika. Dampaknya, siswa, bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya.
Pengguna Ilmu Dikatakan Maman, karena tidak menyampaikan tentang filsafat matematika, ke depan Indonesia masih tetap sebagai bangsa yang hanya sebagai pengguna ilmu, bukan penemu ilmu. ”Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena memang pola pendidikan kita mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, tidak diposisikan sebagai orang yang disiapkan untuk menjadi penemu ilmu. Siswa dan mahasiswa lebih diposisikan sebagai pengguna ilmu. Fakta ini sangat memprihatinkan dibanding dengan kita dicap hanya sebagai bangsa pengguna teknologi,” katanya. Akibat dari semua itu kata dia, sering ditemui siswa atau mahasiswa tidak mampu memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap sebuah soal dalam matematika.Misalnya, Maman menyodorkan sebuah contoh, betapa para siswa SMA dan mahasiswa akan dengan mudah dan dipastikan benar, manakala diminta untuk mengerjakan soal determinan dari sebuah materik.
Tapi ketika ditanya lebih lanjut apa makna dan pengertian dari determinan yang telah dikerjakannya itu, hampir dapat di-pastikan, tidak ada yang mengerti. Inilah problem dasar pada pendidikan matematika kita di Indonesia. Siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal, kita tahu, matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam,” katanya. Terhadap kelemahan itu, kata Maman memang tidak ingin kemudian melakukan perubahan terhadap kurikulum matematika yang sudah ada, tapi ia hanya berharap ada perubahan paradigma dan cara pandang baru tentang bagaimana unsur-unsur filsafat itu bisa diberikan kepada siswa dan mahasiswa. “Tentu ini ditujukan kepada para guru dan dosen agar apa yang diberikan kepada para peserta didiknya harus dilengkapi dengan berbagai penjelasan dan latar belakang terhadap sebuah rumus yang telah diyakininya itu, sebagai sebuah pengetahuan filsafat,”

FILSAFAT SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH



Berpikir merupakan ciri utama manusia. Dr. Mr. D.C. Mulder, mengatakan, "manusia ialah makhluk yang berakal;, akallah yang merupakan perbedaan pokok di antara manusia dan binatang; akallah yang menjadi dasar dari segala kebudayaan ". Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Dengan berpikir manusia dapat memenuhi kehidupannya dengan mudah. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian manusia hampir tidak pernah berpikir.
Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.
Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Padahal, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk sebuah tujuan sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui ." Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya ."
Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof". Padahal, sebagaimana telah disebutkan di atas, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan: Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran " Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka ."
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta Kebijaksanaan Allah.
B. Pembagian Berpikir
Berpikir Merupakan Proses Bekerjanya Akal Imam Al Ghazali menempatkan akal pada posisi yang mulia . Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin beliau membuat suatu sub judul : Fi Al Aqli wa Syarafihi dan mengutip sebuah hadis yang artinya sebagai berikut : "Pertama kali yang diciptakan oleh Allah SWT. Adalah akal. Allah berkata kepadanya : Menghadaplah engkau, maka menghadaplah ia. Kemudian Allah berkata : Membelakangilah, maka ia pun membelakang. Selanjutnya Allah mengatakan, "Demi kegagahan dan kemulian-Ku, "Aku tidak mnenciptakan makhluk yang lebih mulia selain darimu. Denganmu aku mengambil dan denganmu aku memberi. Denganmu aku memberikan pahala dan denganmu aku menyiksa . Akal Merupakan Salah Satu Unsur Kejiwaan Di Samping Rasa . Berpikir dapat Dilihat Secara Alamiah Dan Ilmiah.
1.      Berpikir Alamiah
Pola Penalaran Berdasarkan Kebiasaan Sehari-Hari Dari Pengaruh Alam Sekelilingnya. Misalnya penalaran tentang panasnya api yang dapat membakar.
2.      Berpikir Ilmiah
Pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat.
Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka berpikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
C. Sarana Berpikir Ilmiah
1. Hakikat Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh .
Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
a.      Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.
Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
b.      Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah .
Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain .
Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula.
Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
2. Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana ilmiah mempunyai fungsi yang khas, sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan kegiatan ilmiah secara keseluruhan. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya pada dasarnya ada tiga :
a. Bahasa ilmiah : Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat :
1) Bebas dari unsur emotif
2) Reproduktif
3) Obyektif
4) Eksplisit
Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni, pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan.
Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit. Ciri-ciri cara berpikir dan mengungkapkan isi pikiran ini harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan sebagai sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta modernisasi masyarakat Indonesia. Selain itu, mutu dan kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi keagamaan perlu pula ditingkatkan. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan sedemikian' rupa sehingga ia memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas, jelas, dan eksplisit konsep-konsep yang rumit dan abstrak serta hubungan antara konsep-konsep itu satu sama lain. statistika mulai berkembang pesat sejak tahun 1900-an ditandai dengan ditemukannya dasar teori statistika secara matematis oleh R.A. Fisher.
Statistika sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam penelitian. Dari penelitianlah ditemukan teori-teori baru. Prof. A. A. Mattjik (2000) menegaskan bahwa sasaran utama dari mempelajari statistika adalah menggugah untuk memikirkan secara jelas prosedur pengumpulan data dan membuat interpretasi dari data tersebut menggunakan teknik statistika yang banyak digunakan dalam penelitian.
Sejalan dengan pentingnya statistika dalam penelitian, kedepan, persaingan dunia modern ditentukan oleh Hak Patent dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tak luput dalam persaingan itu, Universitas Jember pun mempersiapkan diri menuju/menjadi Research University. Riset telah menjadi (satu-satunya), kekuatan utama sebuah perguruan tinggi. Ketajaman riset harus didukung oleh cara berpikir ilmiah metodologis, data yang berkualitas dan ketajaman analisis kuantitatif-kualitatif, serta penarikan kesimpulan yang sah (inferensia) yang hampir seluruhnya terangkum dalam statistika. Pada zaman sekarang ini patut dijadikan salah satu sarana berfikir ilmiah adalah alat telekomunikasi seperti halnya komputer, karena didalam komputer semua dapat diakses, dan semua dijawab dan semuanya ada, sesuai dengan apa yang kita inginkan. Jadi jika komputer dimasukan kedalam katregori ini maka wajar-wajar saja.

PENDIDIKAN BERKARAKTER



Pendidikan Karakter adalah upaya dalam rangka membangun karakter (character building) peserta didik untuk menjadi lebih baik. Sebab, karakter dan kepribadian peserta didik sangat mudah untuk dibentuk. Secara etimologis karakter dapat dimaknai sesuatu yang bersifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, ataupun perangai.  Sedangkan secara terminologis, karakter dapat dimaknai dengan sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri seseorang atau suatu kelompok. Hal ini bertujuan untuk menciptakan karakter peserta didik yang paripurna, sampai mendekati titik terwujudnya insan kamil. Namun, bisa diperjelas pada upaya untuk mewujudkan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, dan estetika.
Bakaitan dengan itu, dalam alam empiris dapat dilihat bahwa karakter anak bangsa ini semakin menunjukkan gejala yang sangat miris dan merisaukan kita semua. Kehidupan mereka yang kontradiktif, tidak hanya di luar lingkungan pendidikan, tetapi  juga justru dilakukan oleh anak-anak didik dalam masa pendidikan. Sungguh miris melihat realitas dan kenyataan yang seperti ini.
Padahal menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Maraknya anarkisme
Kepekaan hati nurani sebagian besar anak bangsa ini sangat terabaikan. Hal itu dapat dilihat perilaku negatif yang sangat jauh dari hati nurani. Maraknya tindakan anarkisme, tawuran serta perlakuan yang melawan hukum juga telah ditunjukkan anak bangsa ini secara kolektif. Lebih parah lagi, hal itu juga ditunjukkan oleh tokoh publik, tokoh politik, juga oleh penyelenggara pemerintahan.
Dapat dilihat dengan nyata bahwa banyaknya perbuatan yang semuanya berindikasi pada tindakan melawan hukum, dilakukan oleh orang-orang yang katanya terhormat dengan menduduki posisi penting di negeri ini. Semuanya sangat memiriskan untuk dideskripsikan. Tragisnya, hal itu bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh anak bangsa ini.
Perilaku negatif tersebut dipublikasi secara media massa elektornik maupun media cetak. Sehingga terlihatlah dengan jelas bahwa perilaku itu sangat jauh dari karakter bangsa Indonesia yang terkenal dengan etika yang Pacasilais. Dalam rincian implementasi pembelajaran di madrasah/sekolah, pendidikan karakter bukanlah sesuatu mata pelajaran ataupun materi khusus yang disajikan secara khusus yang berdiri sendiri (self sufficiency).
Pendidikan Karakter ini dilaksanakan merupakan wujud integratif-interkonektif yang mencakup aspek multidisiplin dan multidimensi, sehingga diperlukan pendekatan yang komprehensif, utuh, interkonektif antarberbagai disiplin ilmu, tidak sektoral-parsial, misalnya dalam pembejaran matematika, yang diajarkan adalah bagaimana menjumlah angka dengan baik dan tidak mengurangi penjumlahan dalam realitas jual-beli maupun aktivitas lain di luar mata pelajaran matematika.
 Implikasi akhir
Jadi inilah sebenarnya yang diharapkan implikasi akhir dari Pendidikan Karakter. Demikian juga dengan mata pelajaran yang lainnya. Sehingga yang terpenting adalah bagaimana mengamalkan seluruh pengetahuan yang telah dimiliki. Sebab, pengetahuan yang dimiliki tentang kebaikan, hukum, norma, benar, salah, ataupun tentang hal lainnya harus diterapkan. Sesungguhnya, hal inilah yang menjadi inti dalam Pendidikan Karakter. Sangat diharapkan peserta didik untuk bisa mengamalkan seluruh kompetensi pikiran yang dimilikinya. Sehingga tidak akan menyinpang  apa telah mereka pelajari dalam pendidikan.
Dengan begitu, melalui pendidikan karakter semua berkomitmen untuk menumbuh kembangkan peserta didik menjadi pribadi yang utuh untuk menginternalisasi nilai-nilai kebajikan dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Karakter merupakan proses pembelajaran yang dengan menitikberatkan pada implementasi pengetahuan.
Selama ini pendidikan yang dilaksanakan kepada peserta didik adalah sebatas bagaimana menciptakan anak-anak mempunyai pengetahuan yang banyak, tanpa harus menerapkan pengetahuannya tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa untuk bisa mengaplikasikan itu diperlukan pengetahuan dan hafalan atas konstruksi ilmu tersebut. Sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak sebatas pada sifat normatif saja tetapi harus di implementasikan dalam kehidupan sehari-harinya.

Kalau kita melihat, pendidikan karakter adalah untuk menghilangkan orang yang mengalami split of personality, sehingga menjadi pribadi yang baik. Hal inilah yang akan menjadi pilar kebangkitan bangsa. Semua itu mulai dari dunia pendidikan. Dan untuk itu tidak cukup berharap kepada para guru yang hanya berdiri di depan kelas mulai pukul 08.00-14.00 WIB. Lebih dari itu, seluruh stakeholders pendidikan harus merasa terpanggil untuk itu. Juga tokoh publik, orang tua, masyaraakat, tokoh politik, maupun seluruh elemen lainnya.
Harus berperan
Sebagai umat beragama tentunya, tidak ada yang mau dilabelisasi dengan orang munafik, yang lain ucapan dan lain pula perbuatannya. Untuk kelompok orang tersebut akan diancam oleh Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. 61: 2-3).
Sebagai bagian dari entitas pemerintahan yang juga menangani dunia pendidikan Islam harus berperan serta dalam memajukan pendidikan nasional sekaligus meningkatkan kecerdasan anak-anak bangsa ini dengan melibatkan semua stockholder Kementerian Agama dalam mewujudkan pendidikan yang berkarakter bagi anak didiknya. Dari sekian harapan yang paling penting yakni berupa penyiapkan sumber daya manusia yang berkarakter dan berkualitas sebagai syarat mutlak, serta pendidikan karakter sebagai salah satu kuncinya.
Dari itu Ada tiga kelompok pendidikan karakter, yaitu: Pertama, pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa; Kedua, pendidikan karakter yang terkait dengan keilmuan, dan; Ketiga, adalah pendidikan karakter yang menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa sendidri. Karena pendidikan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjalanan bangsa. Sasaran pembangunan nasional pun telah memberikan perhatian yang besar kepada sektor pendidikan, yakni dengan dialokasikannya anggaran negara sebesar 20% dari proporsi keseluruhan APBN yang kita rasakan hari ini. Semoga!

Rabu, 12 Desember 2012

REALISME



Real menunjukkan apa yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada; yakni bertentanganl dengan yang hanya nampak. Dalam arti umum, realism bearti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada apa yang diharapkan atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realism dipakai dalam arti yang lebih teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit, realism bearti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real; benda – benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita.  Bagi kelompok realis, alam itu, satu satunya hal yang dapat kita lakukan adalah : menjalin hubungan yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan untuk mentafsirkannnya menurut keinginan atau kepercayaannya yang belum dicoba kebenarannya. Seorang realis bangsa Inggris berkata :
“kita tak dapat melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan ide. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang suatu benda, suatu pikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini benda adalah realitas dan ide adalah “ bagaimana benda itu nampak kepada kita”. Oleh karena itu maka pikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda – benda, jika ia mau menjadi benar, jika ide kita tidak cocok dengan bendanya, maka ide itu salah atau tak berfaedah. Benda tidak menyesuaikan diri dengan ide kita, dan terus selalu menggantinya sampai kita mendapatkan ide yang benar. Cara cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan “ benda” dan bukan “ide” sebagai ukuran kebenaran, pusat arti, realisme menjadikan benda itu real dan ide itu penampakan benda yang benar atau yang keliru”.
 Seorang filosof realis lainnya, yaitu Alfred North Whitehead, menjelaskan alasannya mengapa ia percaya bahwa benda yang kita alami harus dibedakan dengan jelas dari pengetahuan kita tentang benda tersebut. Dalam mempertahankan sikap obyektif dari realisme yang didasarkan atas kebutuhan sains dan pengalaman yang konkrit dari manusia. Dalam mempertahankan sikap obyektif dari realisme yang didasarkan atas kebutuhan sains dan pengalaman yang konkrit dari manusia. White Head yang menyampaikan tiga pernyataan. Pertama, kita ini berada dalam alam warna, suara dan obyek inderawi. Alam bukannya dalam diri kita dan tidak bersandar kepada indera kita. Kedua, pengetahuan tentang sejarah mengungkapkan kepada kita keadaan pada masa lampau ketika belum ada makhluk hidup di atas bumi dan dibumi terjadi perubahan-perubahan dan kejadian yang penting. Ketiga, aktivitas seseorangt nampaknya menuju lebih jauh dari jiwa manusia dan mencari serta mendaptkan batas terakhir dalam dunia yang kita ketahui. Benda benda mendatarkan jalan bagi kesdaran kita. “Dunia pemikiran yang umum” memerlukan dan mengandung “dunia indera yang umum”.
Banyak filosof pada zaman dahulu dan sekarang, khususnya kelompok idealis dan pragmatis berpendapat bahwa benda yang diketahui atau yang dialami itu berbeda daripada benda itu sendiri sesudah mempunyai dengan kita. Oleh karena kita tidak akan tahu tentang benda kecuali dalam keadaan “diketahui” atau di “alami” oleh kita maka benda yang telah kita ketahui atau kita alami ini merupakan bagian yang pokok dari benda yang kita ketahui.

B. Tokoh tokoh realisme
Merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Tokoh-tokoh lainnya adalah John Locke (1632-1704), J.J. Rousseau (1712-1778) dan Basedow (1723-1790). John Locke terkenal sebagai tokoh filsafat dan pendidik dengan pandangannya tentang tabula rasa dalam arti bahwa setiap insan diciptakan sama, sebagai kertas kosong. Dengan demikian melatih atau memberikan pendidikan atau pandai menalar merupakan tugas utama pendidikan formal.
C.     Jenis – jenis Realisme
Realisme adalah istilah yang meliputi bermacam – macam aliran filsafat yang mempunyai dasar-dasar yang sama. Sedikitnya ada tiga aliran dalam realisme modern. Pertama, kecenderungan kepada materialisme mekanik adalah realisme tetapi juga materialisme. Kedua, kecenderungan terhadap idealisme. Dasar eksistensi mungkin dianggap sebagai akal atau jiwa yang merupakan keseluruhan organic. James B. Pratt dalam karangannya personal  realisme, mengemukakan bahwa bentuk realisme semcam itu,yakni suatu bentuk yang susah dibedakan dari beberapa jenis dari realisme obyektif. Ketiga, terdapat kelompok realis yang menganggap bahwa realitas itu pluralistic dan terdiri atas bermacam macam jenis; jiwa dan materi hanya merupakan dua dari beberapa jenis lainnya. Dalam fasal ini, realisme pluralistic mendapat perhatian yang terbesar, karena ia merupakan aliran yang dominan.
Apa yang kadang kadang dinamakan realisme platonic, atau konseptual atau klasik adalah lebih dekat kepada idealisme modern daripada realisme modern. Dengan asumsi bahwa yang riil itu bersifat permanent dan tidak berubah, Plato mengatakan bahwa ide atau universal adalah riil daripada individual. Selama abad pertengahan terdapat perdebatan antara realisme klasik (Platonik) dan nominalis yang bersikap bahwa nama jenis atau uuniversal itu hanya nama, dan realita itu terdapat dalam persepsi atau benda-benda individual. Kata kata hanya menunjukkan jenis atau simbol dan tidak menunjukkan benda yang mempunyai eksistensi kecuali eksistensi partikuler yang kemudian membentuk suatu kelas (jenis).
Dasawarsa pertama dari abad ke – 20 adalah periode gejolak intelektual. Pada tahun 1910 muncul enam orang guru filsafat di Amerika Serikat. Mereka membentuk suatu kelompok pada tahun 1912 dana menerbitkan bersama suatu buku dengan judul the new realism.
Kelompok neoralis menolak subyektivisme, monisme, absolutisme (percaya kepada sesuatu yang mutlak dan yang tanpa batas), segala filsafat mistik dan pandangan bahwa benda-benda non-metal itu diciptakan atau diubah oleh akal yang maha mengetahui. Kelompok neoralis menerangkan bahwa di samping keyakinan-keyakinan pokok ini, menolak subyektivisme, monisme, absolutisme (percaya kepada sesuatu yang mutlak dan tanpa batas) segala filsafat mistik dan pandangan bahwa benda-benda yang non mental itu diciptakan atau diubah oleh akal yang maha mengetahui.  Kelompok realis membedakan antara obyek fikiran dan tindakan fikiran itu sendiri. Pada umumnya, kaum realis menekankan teori korespondensi untuk meneliti kebenaran pernyataan-pernyataan. Kebenaran adalah hubungan erat putusan kita pada fakta-fakta pengalaman atau kepada dunia sebagaimana adanya. Kebenaran adalah kepatuhan kepada realitas dan obyektif.
Kebanyakan kaum realis menghormati sains dan menekankan hubungan yang erat antara sains dan filsafat. Tetapi banyak yang diantara mereka bersifat kritis terhadap sains lama yang mengandung dualisme atau mengingkari bidang nilai. Sebagai contoh Alfred North Whitehead yang mencetuskan “filsafat organisme”. Ia mengkritik pandangan sains yang tradisional yang memisahkan antara materi dan kehidupan, badan dan akal, alam dan jiwa substansi dan kualitas-kualitas. Pendekatan semacam itu menggosongkan alam dari kualitas indra dan condong untuk mengingkari nilai etika,estetika dan agama.
 

D.    Implikasi Realisme
Jika kelompok pragmatis seperti apa yang akan kita lihat di pasal lain menekankan alam pengalaman kita (the world of our experience) maka kelompok realis menekankan alam pengalaman kita. Dunia adalah seperti apa adanya, bagaimanapun orang memikirkannya.
Jika kelompok idealis menekankan akal (jiwa) sebagai realitas pertama, maka kelompok realis condong untuk menganggap alak sebagai salah satu dari beberapa benda yang keseluruhannya dinamakan alam. Seorang realis curiga terhadap kecondongan untuk menjadikan fakta dengan kemauan untuk menjadkan kesadaran kita sebagai pusat kepentingan alam. Penekanan terhadap dunia luar yang berdiri sendiri tetapi terbuka sebagaimana adanya terhadap akal adalah sesuai dengan sains alam. Perhatian diarahkan kepada akal yang memahami akan tetapi kepada realitas yang dipahami. Dengan begitu maka realisme mencerminkan obyektivitisme yang mendasari dan menyokong sains modern. Realisme bersandar kepada akal bukan kepada sentiment dan keinginan. Ia bersedia menerima kenyataan bahwa dunia ini berbeda dengan apa yang kita inginkan.
Oleh karena realisme bertentangan tajam dengan idealisme dan dianggap sebagai menjauhkan sifat mental dari dunia, maka perlu adalah pernyataan tentang sikap realis kepada akal. Dalam argumentasi bahwa realisme tidak menurunkan martabat akal atau menghilangkan kekayaan dan nilai nilainya, seorang realis berkata : “ Realisme menjauhkan akal dari kepongahan-kepongahannya akan tetapi tidak menjauhkannya dari nilai dan kebesarannya. Sebaliknya, dengan menyerahkan hak-hak pihak lain kepada pemiliknya, akal menemukan dirinya ; jika realisme menurunkan akal dari singgasananya, ia mengakuinya sebagai kepala dalam dunia yang ia ketahui”.