Beberapa aliran filsafat pendidikan
yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme,
pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme. Idealisme
berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya
pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan
aliran ini membentuk karakter manusia. Aliran realisme berpandangan bahwa
hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya
membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki
rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Pragmatisme merupakan kreasi filsafat
dari Amerika, dipengaruhi oleh empirisme, utilitarianisme, dan positivisme.
Esensi ajarannya, hidup bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan
arti atau kegunaan.
Tujuan pendidikannya menggunakan
pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan
priabdi dan masyarakat. Humanisme berpandangan bahwa pendidikan harus
ditekankan pada kebutuhan anak (child centered). Tujuannya untuk aktualisasi
diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral. Paham behaviorisme memandang
perubahan perilaku setelah seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan
hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan
pada proses mengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan
pribadi-pribadi yang sesuai dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab
dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Menurut paham konstruktivisme,
pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari
suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi
pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan
pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan persoalan hidupnya.
Filsafat Pendidikan
Merupakan terapan dari filsafat
umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari
filsafat.Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan
akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran
manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.Dalam filsafat terdapat
berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme,
pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari
filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat
pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak
aliran filsafat itu sendiri.Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan
pada dua kelompok besar, yaitu: Filsafat pendidikan “progresif”Didukung oleh
filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau
Filsafat pendidikan “ Konservatif”.Didasari oleh filsafat idealisme, realisme
humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut
melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan
sebagainya.Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:
Filsafat Pendidikan Idealisme
memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik.
Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak
lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa
yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari
generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan
Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
Filsafat Pendidikan Realisme
merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme
berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia
ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari
dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar
manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang
beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis
Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
Filsafat Pendidikan Materialisme
berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau
supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig
Feurbach
Filsafat Pendidikan Pragmatisme
dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada
filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa
yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre
Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme
menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan
kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat
manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren
Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul
Tillich
Filsafat Pendidikan Progresivisme
bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun
1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran
ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas,
Frederick C. Neff
Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme
adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan
sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka
berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar
intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini:
william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
Filsafat Pendidikan Perenialisme
Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali
nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang
kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert
Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
Filsafat Pendidikan
rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini
lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun
1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.
Fenomena ”Hidup Lebih Maju”Setiap
orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup
lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju
tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan
penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau
mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif
yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme(kenyataan). Itu dikarenakan
filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas,
pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.Jadi, aliran
filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan
yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme
(berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas
bisa saling melengkapi.
Tanpa Filsafat, Pendidikan Matematika Menjadi Lemah.
Lemahnya pendidikan matematika di
Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu
matematika. Dampaknya, siswa, bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi
tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai
sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari
jawabannya.
Pengguna Ilmu Dikatakan
Maman, karena tidak menyampaikan tentang filsafat matematika, ke depan
Indonesia masih tetap sebagai bangsa yang hanya sebagai pengguna ilmu, bukan
penemu ilmu. ”Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena memang pola pendidikan
kita mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, tidak diposisikan
sebagai orang yang disiapkan untuk menjadi penemu ilmu. Siswa dan mahasiswa
lebih diposisikan sebagai pengguna ilmu. Fakta ini sangat memprihatinkan
dibanding dengan kita dicap hanya sebagai bangsa pengguna teknologi,” katanya.
Akibat dari semua itu kata dia, sering ditemui siswa atau mahasiswa tidak mampu
memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap sebuah soal dalam
matematika.Misalnya, Maman menyodorkan sebuah contoh, betapa para siswa SMA dan
mahasiswa akan dengan mudah dan dipastikan benar, manakala diminta untuk
mengerjakan soal determinan dari sebuah materik.
Tapi ketika ditanya lebih lanjut apa
makna dan pengertian dari determinan yang telah dikerjakannya itu, hampir dapat
di-pastikan, tidak ada yang mengerti. Inilah problem dasar pada pendidikan
matematika kita di Indonesia. Siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk
menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal, kita tahu, matematika itu adalah
interpretasi manusia terhadap fenomena alam,” katanya. Terhadap kelemahan itu,
kata Maman memang tidak ingin kemudian melakukan perubahan terhadap kurikulum
matematika yang sudah ada, tapi ia hanya berharap ada perubahan paradigma dan
cara pandang baru tentang bagaimana unsur-unsur filsafat itu bisa diberikan
kepada siswa dan mahasiswa. “Tentu ini ditujukan kepada para guru dan dosen
agar apa yang diberikan kepada para peserta didiknya harus dilengkapi dengan berbagai
penjelasan dan latar belakang terhadap sebuah rumus yang telah diyakininya itu,
sebagai sebuah pengetahuan filsafat,”