Real menunjukkan apa yang ada.
Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada; yakni
bertentanganl dengan yang hanya nampak. Dalam arti umum, realism bearti
kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada apa yang
diharapkan atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realism
dipakai dalam arti yang lebih teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit,
realism bearti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real; benda – benda ada,
adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita
persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok
realis, alam itu, satu satunya hal yang dapat kita lakukan adalah : menjalin
hubungan yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini,
bukan untuk mentafsirkannnya menurut keinginan atau kepercayaannya yang belum
dicoba kebenarannya. Seorang realis bangsa Inggris berkata :
“kita tak dapat melepaskan diri dari
fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan ide. Bagi common sense biasa,
ide adalah ide tentang suatu benda, suatu pikiran dalam akal kita yang menunjuk
suatu benda. Dalam hal ini benda adalah realitas dan ide adalah “ bagaimana
benda itu nampak kepada kita”. Oleh karena itu maka pikiran kita harus
menyesuaikan diri dengan benda – benda, jika ia mau menjadi benar, jika ide
kita tidak cocok dengan bendanya, maka ide itu salah atau tak berfaedah. Benda
tidak menyesuaikan diri dengan ide kita, dan terus selalu menggantinya sampai
kita mendapatkan ide yang benar. Cara cara tersebut adalah realis karena ia
menjadikan “ benda” dan bukan “ide” sebagai ukuran kebenaran, pusat arti,
realisme menjadikan benda itu real dan ide itu penampakan benda yang benar atau
yang keliru”.
Seorang filosof realis
lainnya, yaitu Alfred North Whitehead, menjelaskan alasannya mengapa ia percaya
bahwa benda yang kita alami harus dibedakan dengan jelas dari pengetahuan kita
tentang benda tersebut. Dalam mempertahankan sikap obyektif dari realisme yang
didasarkan atas kebutuhan sains dan pengalaman yang konkrit dari manusia. Dalam
mempertahankan sikap obyektif dari realisme yang didasarkan atas kebutuhan
sains dan pengalaman yang konkrit dari manusia. White Head yang menyampaikan
tiga pernyataan. Pertama, kita ini berada dalam alam warna, suara dan obyek
inderawi. Alam bukannya dalam diri kita dan tidak bersandar kepada indera kita.
Kedua, pengetahuan tentang sejarah mengungkapkan kepada kita keadaan pada masa
lampau ketika belum ada makhluk hidup di atas bumi dan dibumi terjadi
perubahan-perubahan dan kejadian yang penting. Ketiga, aktivitas seseorangt
nampaknya menuju lebih jauh dari jiwa manusia dan mencari serta mendaptkan
batas terakhir dalam dunia yang kita ketahui. Benda benda mendatarkan jalan
bagi kesdaran kita. “Dunia pemikiran yang umum” memerlukan dan mengandung
“dunia indera yang umum”.
Banyak filosof pada zaman dahulu dan
sekarang, khususnya kelompok idealis dan pragmatis berpendapat bahwa benda yang
diketahui atau yang dialami itu berbeda daripada benda itu sendiri sesudah
mempunyai dengan kita. Oleh karena kita tidak akan tahu tentang benda kecuali
dalam keadaan “diketahui” atau di “alami” oleh kita maka benda yang telah kita
ketahui atau kita alami ini merupakan bagian yang pokok dari benda yang kita ketahui.
B. Tokoh tokoh realisme
Merupakan filsafat yang memandang
realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah
terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi
dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di
pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan
Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David
Hume, John Stuart Mill.
Para penganut rasionalisme
berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah
rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18.
Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez
(1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya
yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Tokoh-tokoh lainnya adalah John
Locke (1632-1704), J.J. Rousseau (1712-1778) dan Basedow (1723-1790). John
Locke terkenal sebagai tokoh filsafat dan pendidik dengan pandangannya tentang
tabula rasa dalam arti bahwa setiap insan diciptakan sama, sebagai kertas
kosong. Dengan demikian melatih atau memberikan pendidikan atau pandai menalar
merupakan tugas utama pendidikan formal.
C. Jenis –
jenis Realisme
Realisme adalah istilah yang
meliputi bermacam – macam aliran filsafat yang mempunyai dasar-dasar yang sama.
Sedikitnya ada tiga aliran dalam realisme modern. Pertama, kecenderungan kepada
materialisme mekanik adalah realisme tetapi juga materialisme. Kedua,
kecenderungan terhadap idealisme. Dasar eksistensi mungkin dianggap sebagai
akal atau jiwa yang merupakan keseluruhan organic. James B. Pratt dalam
karangannya personal realisme, mengemukakan bahwa bentuk realisme semcam
itu,yakni suatu bentuk yang susah dibedakan dari beberapa jenis dari realisme
obyektif. Ketiga, terdapat kelompok realis yang menganggap bahwa realitas itu
pluralistic dan terdiri atas bermacam macam jenis; jiwa dan materi hanya
merupakan dua dari beberapa jenis lainnya. Dalam fasal ini, realisme
pluralistic mendapat perhatian yang terbesar, karena ia merupakan aliran yang
dominan.
Apa yang kadang kadang dinamakan
realisme platonic, atau konseptual atau klasik adalah lebih dekat kepada
idealisme modern daripada realisme modern. Dengan asumsi bahwa yang riil itu
bersifat permanent dan tidak berubah, Plato mengatakan bahwa ide atau universal
adalah riil daripada individual. Selama abad pertengahan terdapat perdebatan
antara realisme klasik (Platonik) dan nominalis yang bersikap bahwa nama jenis
atau uuniversal itu hanya nama, dan realita itu terdapat dalam persepsi atau
benda-benda individual. Kata kata hanya menunjukkan jenis atau simbol dan tidak
menunjukkan benda yang mempunyai eksistensi kecuali eksistensi partikuler yang
kemudian membentuk suatu kelas (jenis).
Dasawarsa pertama dari abad ke – 20
adalah periode gejolak intelektual. Pada tahun 1910 muncul enam orang guru
filsafat di Amerika Serikat. Mereka membentuk suatu kelompok pada tahun 1912
dana menerbitkan bersama suatu buku dengan judul the new realism.
Kelompok neoralis menolak
subyektivisme, monisme, absolutisme (percaya kepada sesuatu yang mutlak dan
yang tanpa batas), segala filsafat mistik dan pandangan bahwa benda-benda
non-metal itu diciptakan atau diubah oleh akal yang maha mengetahui. Kelompok
neoralis menerangkan bahwa di samping keyakinan-keyakinan pokok ini, menolak
subyektivisme, monisme, absolutisme (percaya kepada sesuatu yang mutlak dan
tanpa batas) segala filsafat mistik dan pandangan bahwa benda-benda yang non
mental itu diciptakan atau diubah oleh akal yang maha mengetahui.
Kelompok realis membedakan antara obyek fikiran dan tindakan fikiran itu
sendiri. Pada umumnya, kaum realis menekankan teori korespondensi untuk
meneliti kebenaran pernyataan-pernyataan. Kebenaran adalah hubungan erat
putusan kita pada fakta-fakta pengalaman atau kepada dunia sebagaimana adanya.
Kebenaran adalah kepatuhan kepada realitas dan obyektif.
Kebanyakan kaum realis menghormati
sains dan menekankan hubungan yang erat antara sains dan filsafat. Tetapi
banyak yang diantara mereka bersifat kritis terhadap sains lama yang mengandung
dualisme atau mengingkari bidang nilai. Sebagai contoh Alfred North Whitehead
yang mencetuskan “filsafat organisme”. Ia mengkritik pandangan sains yang
tradisional yang memisahkan antara materi dan kehidupan, badan dan akal, alam
dan jiwa substansi dan kualitas-kualitas. Pendekatan semacam itu menggosongkan
alam dari kualitas indra dan condong untuk mengingkari nilai etika,estetika dan
agama.
D. Implikasi
Realisme
Jika kelompok pragmatis seperti apa
yang akan kita lihat di pasal lain menekankan alam pengalaman kita (the world
of our experience) maka kelompok realis menekankan alam pengalaman kita. Dunia
adalah seperti apa adanya, bagaimanapun orang memikirkannya.
Jika kelompok idealis menekankan
akal (jiwa) sebagai realitas pertama, maka kelompok realis condong untuk
menganggap alak sebagai salah satu dari beberapa benda yang keseluruhannya
dinamakan alam. Seorang realis curiga terhadap kecondongan untuk menjadikan
fakta dengan kemauan untuk menjadkan kesadaran kita sebagai pusat kepentingan
alam. Penekanan terhadap dunia luar yang berdiri sendiri tetapi terbuka
sebagaimana adanya terhadap akal adalah sesuai dengan sains alam. Perhatian
diarahkan kepada akal yang memahami akan tetapi kepada realitas yang dipahami.
Dengan begitu maka realisme mencerminkan obyektivitisme yang mendasari dan
menyokong sains modern. Realisme bersandar kepada akal bukan kepada sentiment
dan keinginan. Ia bersedia menerima kenyataan bahwa dunia ini berbeda dengan
apa yang kita inginkan.
Oleh karena realisme bertentangan
tajam dengan idealisme dan dianggap sebagai menjauhkan sifat mental dari dunia,
maka perlu adalah pernyataan tentang sikap realis kepada akal. Dalam
argumentasi bahwa realisme tidak menurunkan martabat akal atau menghilangkan
kekayaan dan nilai nilainya, seorang realis berkata : “ Realisme menjauhkan
akal dari kepongahan-kepongahannya akan tetapi tidak menjauhkannya dari nilai
dan kebesarannya. Sebaliknya, dengan menyerahkan hak-hak pihak lain kepada
pemiliknya, akal menemukan dirinya ; jika realisme menurunkan akal dari
singgasananya, ia mengakuinya sebagai kepala dalam dunia yang ia ketahui”.